MEMBANGUN
PERTANIAN DALAM
PERSPEKTIF
AGRIBISNIS
A. Pengantar
Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar
dan terpenting dalam perekonomian nasional Indonesia. Sektor agribisnis menyerap
lebih dari 75% angkatan
kerja nasional termasuk didalamnya 21,3 juta unit usaha skala kecil berupa usaha
rumah tangga pertanian. Apabila seluruh anggota rumah tangga diperhitungkan maka
sekitar 80% dari jumlah penduduk nasional menggantungkan hidupnya pada sector agribisnis.
Peranan sektor agribisnis yang demikian besar dalam perekonomian nasional memiliki
implikasi penting dalam pembangunan ekonomi nasional ke depan.
B.
Peranan Pertanian
a) Menyediakan
kebutuhan pangan penduduknya,
b) Sebagai
sumber pendapatan ekspor (devisa), dan
c) Sebagai
pendorong dan penarik bagi tumbuhnya industri nasional.
C. Masalah Dan Tantangan
MASALAH
1. Utang luar negeri dan domestik (> rp90 triliun /tahun)
2. Perbankan (sulit menurunkan suku bunga kredit,
kepercayaan rendah terhadap pertanian/agribisnis)
3. Pengangguran nyata dan terselubung4.
Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan menyebabkan bencana alam (banjir,
longsor)
Tantangan
1. Jumlah penduduk yang besar (> 220 juta) dengan
tingkatpertumbuhan 1,5 % pertahun.
2. Perubahan era politik ke desentralisasi
3. Liberaslisasi perdagangan (2010-2025)
D.
Kebijakan Strategis
1. Kebijakan
ekonomi Makro
Kebijakan ekonomi makro mencakup
upaya menciptakan iklim ekonomi yang kondusif bagi pembangunan agribisnis
secara keseluruhan Kebijakan dilakukan melalui instrumen makro ekonomi, baik
moneter maupun fiskal. Instrumen moneter, seperti suku bunga, uang beredar, dan
nilai tukar dapat dijadikan alat kebijakan dalam merangsang berkembangnya
sistem dan usaha agribisnis yang berkerakyatan, berdaya saing berkelanjutan,
serta lebih desentralistis. Dengan menetapkan suku bunga kredit yang kompetitif
serta kredit khusus bagi investasi dan atau modal kerja unit usaha &
bergerak dalam bidang agribisnis maka pertumbuhan unit usaha agribisnis
diharapkan makin cepat. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam kebijakan
suku bunga dan perkreditan adalah tercapainya keseimbangan alokasi kredit pada
subsistem agribisnis hulu, dan agribisnis hilir sedemikian rupa sehingga ketiga
subsistem tersebut berkembang secara seimbang.
2.
Kebijakan
Pengembangan Agroindustri
Pendalaman struktur industry agribisnis
kehilir dilakukan dengan mengembangkan industri-industri yang mengolah hasil pertanian
primer menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediateproduct), produk
semiakhir (semi-finished product), maupun akhir(final product). Agribisnis
berbasis minyak sawit perlu dilakukan pendalaman industry ke hilir dengan mengembangkan
berbagai jenis industry oleo Pangan (food oleo) dan berbagai jenis industry
oleo kimia. Agribisnis berbasis karet alam perlu dilakukan pendalaman industry hilir
dengan mengembangkan industry pengolahan karet, seperti industry ban otomotif, industri
barang-barang dari karet.
3. Kebijakan Perdagangan Dan Kerja
Sama Internasional
Globahsasi ekonomi yang diwarnai
oleh berbagai perubahan yang cepat telah menyebabkan perubahan mendasar pada
dinamika sosial, Politik, dan ekonomi, tidak terkecuali pada tata hubungan
perdagangan internasional. Tuntutan terciptanya pasar bebas yang lebih adil
dengan menghilangkan atau mengurangi bentuk-bentuk proteksi atau hambatan
perdagangan antarnegara, telah melahirkan organisasi-organisasi ekonomi baik
tingkat internasional (WTO) maupun regional (NAFTA, AFTA, EU, APEC) Untuk itu
pemerintah harus siap memasuki pasar bebas.
4.
Kebijakan lahan dan pengembangan infrastruktur
Upaya peningkatan kesejahteraan petani
kecil hanya dapat dilakukan. Melalui peningkatan akses mereka kepada asset produktif
berupa lahan, ternak, serta kesempatan kerjadi wilayah pedesaan. Lahan merupakan
faktor produksi yang paling langka, khususnya di Jawa. Luas penguasaan lahan oleh
petani sangat menentukan volume produksi dan tingkat pendapatan rumah tangga petani.
Hasil sensus pertanian1993 menunjukkan kondisi yang memprihatinkan karena lebih
dari10,5 juta (53%) rumah tangga petani menguasai lahan kurang 0,5 hektar dan lebih
dari 6 juta(30 %) menguasai lahan kurang dari 0,25 hektar. Hasil penelitian PATANAS
tahun 2000 tentang penguasaan lahan lebih memprihatinkan lagi, terutama lahan sawah.
Di Jawa, sekitar 88 % rumah tangga petani menguasai lahan sawah kurang dari 0,5
hektar dan sekitar 76% menguasai lahan sawah kurang dari 0,25 hektar.
0 comments:
Post a Comment