Saturday, May 9, 2015

Membangun Sektor Pertanian Dari Perspektif Agribisnis



MEMBANGUN PERTANIAN DALAM
PERSPEKTIF AGRIBISNIS


A.    Pengantar
Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional Indonesia. Sektor agribisnis menyerap lebih dari 75% angkatan kerja nasional termasuk didalamnya 21,3 juta unit usaha skala kecil berupa usaha rumah tangga pertanian. Apabila seluruh anggota rumah tangga diperhitungkan maka sekitar 80% dari jumlah penduduk nasional menggantungkan hidupnya pada sector agribisnis. Peranan sektor agribisnis yang demikian besar dalam perekonomian nasional memiliki implikasi penting dalam pembangunan ekonomi nasional ke depan.

B.     Peranan Pertanian

a) Menyediakan kebutuhan pangan penduduknya,
b) Sebagai sumber pendapatan ekspor (devisa), dan
c) Sebagai pendorong dan penarik bagi tumbuhnya industri nasional.

C.     Masalah Dan Tantangan
MASALAH
1.  Utang luar negeri dan domestik (> rp90 triliun /tahun)
2.  Perbankan (sulit menurunkan suku bunga kredit, kepercayaan rendah terhadap pertanian/agribisnis)
3.  Pengangguran nyata dan terselubung4. Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan menyebabkan bencana alam (banjir, longsor)
Tantangan
1.   Jumlah penduduk yang besar (> 220 juta) dengan tingkatpertumbuhan 1,5 % pertahun.
2.   Perubahan era politik ke desentralisasi
3.   Liberaslisasi perdagangan (2010-2025)

D. Kebijakan Strategis

1.      Kebijakan ekonomi Makro
Kebijakan ekonomi makro mencakup upaya menciptakan iklim ekonomi yang kondusif bagi pembangunan agribisnis secara keseluruhan Kebijakan dilakukan melalui instrumen makro ekonomi, baik moneter maupun fiskal. Instrumen moneter, seperti suku bunga, uang beredar, dan nilai tukar dapat dijadikan alat kebijakan dalam merangsang berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berkerakyatan, berdaya saing berkelanjutan, serta lebih desentralistis. Dengan menetapkan suku bunga kredit yang kompetitif serta kredit khusus bagi investasi dan atau modal kerja unit usaha & bergerak dalam bidang agribisnis maka pertumbuhan unit usaha agribisnis diharapkan makin cepat. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam kebijakan suku bunga dan perkreditan adalah tercapainya keseimbangan alokasi kredit pada subsistem agribisnis hulu, dan agribisnis hilir sedemikian rupa sehingga ketiga subsistem tersebut berkembang secara seimbang.

2.      Kebijakan Pengembangan Agroindustri
Pendalaman struktur industry agribisnis kehilir dilakukan dengan mengembangkan industri-industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediateproduct), produk semiakhir (semi-finished product), maupun akhir(final product). Agribisnis berbasis minyak sawit perlu dilakukan pendalaman industry ke hilir dengan mengembangkan berbagai jenis industry oleo Pangan (food oleo) dan berbagai jenis industry oleo kimia. Agribisnis berbasis karet alam perlu dilakukan pendalaman industry hilir dengan mengembangkan industry pengolahan karet, seperti industry ban otomotif, industri barang-barang dari karet.

3.      Kebijakan Perdagangan Dan Kerja Sama Internasional
Globahsasi ekonomi yang diwarnai oleh berbagai perubahan yang cepat telah menyebabkan perubahan mendasar pada dinamika sosial, Politik, dan ekonomi, tidak terkecuali pada tata hubungan perdagangan internasional. Tuntutan terciptanya pasar bebas yang lebih adil dengan menghilangkan atau mengurangi bentuk-bentuk proteksi atau hambatan perdagangan antarnegara, telah melahirkan organisasi-organisasi ekonomi baik tingkat internasional (WTO) maupun regional (NAFTA, AFTA, EU, APEC) Untuk itu pemerintah harus siap memasuki pasar bebas.

4.      Kebijakan lahan dan pengembangan infrastruktur
Upaya peningkatan kesejahteraan petani kecil hanya dapat dilakukan. Melalui peningkatan akses mereka kepada asset produktif berupa lahan, ternak, serta kesempatan kerjadi wilayah pedesaan. Lahan merupakan faktor produksi yang paling langka, khususnya di Jawa. Luas penguasaan lahan oleh petani sangat menentukan volume produksi dan tingkat pendapatan rumah tangga petani. Hasil sensus pertanian1993 menunjukkan kondisi yang memprihatinkan karena lebih dari10,5 juta (53%) rumah tangga petani menguasai lahan kurang 0,5 hektar dan lebih dari 6 juta(30 %) menguasai lahan kurang dari 0,25 hektar. Hasil penelitian PATANAS tahun 2000 tentang penguasaan lahan lebih memprihatinkan lagi, terutama lahan sawah. Di Jawa, sekitar 88 % rumah tangga petani menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 hektar dan sekitar 76% menguasai lahan sawah kurang dari 0,25 hektar.



0 comments:

Post a Comment